Ihram adalah niat memasuki atau memulai pelaksanaan ibadah Haji atau Umrah dengan tata cara tertentu yang disertai dengan larangan atau pantangan khusus. Kondisi ihram ini dimulai sejak seorang jamaah berniat ihram di miqat yang telah ditentukan dan berakhir ketika tahallul (mencukur/memotong rambut) setelah menyelesaikan rangkaian ibadah. Memasuki keadaan ihram bukan sekadar mengganti pakaian biasa dengan pakaian ihram yang disyariatkan, melainkan juga memasuki sebuah kondisi spiritual dan fisik yang membatasi diri dari hal-hal tertentu yang sebelumnya halal atau mubah.
Memahami secara mendalam apa saja larangan dalam kondisi ihram sangat krusial bagi setiap jamaah, termasuk Anda yang berencana menunaikan ibadah Haji atau Umrah. Kesalahan dalam memahami atau melanggar larangan ini, disengaja maupun tidak, dapat berakibat pada kewajiban membayar denda (dam/fidyah) atau bahkan mengurangi kesempurnaan ibadah. Oleh karena itu, bimbingan yang tepat sangat diperlukan. Pembimbing dari travel seperti Albahjah Travel akan selalu mengingatkan jamaah mengenai larangan-larangan saat ihram.
Panduan ini disusun untuk memberikan pemahaman yang jelas mengenai hal-hal yang dilarang saat ihram agar ibadah Anda sah, mabrur, dan terhindar dari konsekuensi pelanggaran.
Daftar Larangan Saat Ihram: Apa Saja yang Tidak Boleh Dilakukan?
Selama berada dalam kondisi ihram, ada beberapa hal yang dilarang bagi jamaah pria maupun wanita. Pelanggaran terhadap larangan ini dapat mewajibkan pelakunya untuk membayar dam atau fidyah, tergantung jenis larangan dan kondisi pelanggarnya. Memahami daftar ini adalah langkah awal yang penting untuk menjaga kesempurnaan ibadah.
Larangan Terkait Pakaian dan Perhiasan
Ini adalah kategori larangan yang paling terlihat secara fisik, terutama terkait dengan pakaian ihram.
-
Larangan bagi Laki-laki: Mengenakan pakaian berjahit.
Ini adalah larangan yang sangat khas bagi pria saat ihram. Pakaian berjahit yang dimaksud adalah pakaian yang dibentuk atau dijahit sesuai anggota badan atau fungsinya, seperti kemeja, celana, sarung yang dijahit kedua sisinya, peci, topi, kaos kaki, sepatu yang menutup mata kaki dan tumit, atau pakaian dalam seperti celana dalam atau singlet. Pakaian ihram pria terdiri dari dua helai kain putih tanpa jahitan, satu helai untuk menutupi bagian bawah tubuh (izar) dan satu helai lagi untuk menutupi bagian atas tubuh (rida’). Kedua kain ini cukup dililitkan tanpa dijahit. Mengenakan pakaian berjahit, meskipun hanya sehelai benang saja, bisa dianggap melanggar jika jahitan tersebut memang fungsi pakaian. Contohnya, mengenakan ikat pinggang yang dijahit tetap diperbolehkan karena fungsinya bukan pakaian. Jam tangan, kacamata, atau cincin juga diperbolehkan. Jika melanggar larangan ini, misalnya memakai celana atau baju, maka ia wajib membayar fidyah (dam takhyir dan taqdir) berupa memilih salah satu dari tiga opsi: berpuasa tiga hari, memberi makan enam orang miskin (masing-masing satu mud atau sekitar 6 ons makanan pokok), atau menyembelih seekor kambing. -
Larangan bagi Laki-laki: Menutup kepala.
Kepala laki-laki tidak boleh tertutup oleh benda apapun yang menempel secara permanen seperti peci, sorban, topi, atau bahkan handuk yang diletakkan di kepala dengan sengaja untuk menutupinya. Payung atau atap kendaraan yang tidak menempel di kepala secara langsung diperbolehkan. Jika seorang pria menutup kepalanya dengan sengaja dan dalam waktu yang lama, ia wajib membayar fidyah seperti pada larangan pakaian berjahit. -
Larangan bagi Perempuan: Menutup muka (menggunakan cadar/niqab) dan telapak tangan (menggunakan sarung tangan).
Pakaian ihram wanita adalah pakaian yang menutup seluruh aurat kecuali muka dan telapak tangan. Oleh karena itu, wanita dilarang menutup wajahnya dengan cadar atau niqab, serta dilarang menutup telapak tangannya dengan sarung tangan. Ini adalah kekhususan dalam ibadah ihram. Jika melanggar, misalnya memakai cadar atau sarung tangan dalam waktu lama, wajib membayar fidyah. -
Larangan bagi Pria dan Wanita: Mengenakan perhiasan.
Perhiasan yang dimaksud di sini adalah yang dipakai dengan tujuan berhias, seperti kalung, gelang, atau anting. Cincin biasanya diperbolehkan selama tidak berlebihan dengan tujuan berhias. Larangan ini bertujuan agar jamaah fokus pada ibadah dan kesederhanaan selama ihram. Jika melanggar, misalnya memakai kalung atau gelang, wajib membayar fidyah. -
Larangan bagi Pria dan Wanita: Mengenakan wangi-wangian pada pakaian atau badan.
Ini adalah larangan yang sangat penting dan sering terlupakan. Semua jenis wangi-wangian yang digunakan pada badan atau pakaian adalah dilarang. Ini termasuk parfum, cologne, minyak wangi, sabun yang sangat beraroma, atau deterjen pakaian yang meninggalkan aroma wangi kuat pada pakaian ihram. Pakaian ihram sebaiknya dicuci dengan deterjen tanpa pewangi atau dengan sabun biasa. Jika menggunakan wangi-wangian pada badan atau pakaian secara sengaja, wajib membayar fidyah. Penggunaan pasta gigi yang beraroma mint atau sabun muka/badan biasa yang tidak beraroma kuat diperbolehkan, karena fungsinya bukan untuk berwangi-wangi melainkan untuk kebersihan. -
Larangan bagi Pria dan Wanita: Mengenakan alas kaki yang menutup mata kaki dan tumit (untuk pria) atau yang berjahit dan membentuk kaki (untuk wanita).
Bagi pria, alas kaki yang diperbolehkan adalah sandal yang memperlihatkan mata kaki dan tumit. Sepatu, kaos kaki, atau alas kaki lain yang menutup mata kaki dan tumit dilarang. Bagi wanita, alas kaki diperbolehkan untuk menutup kaki demi perlindungan, tetapi dianjurkan untuk menghindari alas kaki yang berjahit dan membentuk kaki secara detail seperti sepatu ketat. Sandal atau alas kaki longgar yang menutup seluruh kaki (seperti kaus kaki jika dianggap alas kaki, walau ada perbedaan pendapat) diperbolehkan. Jika pria memakai alas kaki yang dilarang, wajib membayar fidyah.
Larangan Terkait Tubuh dan Rambut
Kategori ini berkaitan dengan perawatan tubuh dan rambut yang dibatasi selama ihram.
-
Larangan mencukur atau mencabut rambut/bulu dari bagian tubuh manapun.
Selama ihram, jamaah dilarang menghilangkan rambut atau bulu dari bagian tubuh mana pun, baik kepala, jenggot, kumis, bulu ketiak, bulu kemaluan, bulu kaki, dan lain-lain. Baik dengan cara mencukur, mencabut, menggunting, atau menggunakan krim perontok. Melanggar larangan ini, meskipun hanya beberapa helai rambut, mewajibkan fidyah. Jika karena kebutuhan medis (misalnya ada luka yang harus dicukur rambut di sekitarnya), hal itu diperbolehkan tetapi tetap wajib membayar fidyah. Jika rambut rontok sendiri tanpa disengaja atau rontok karena garukan biasa, hal itu tidak dianggap pelanggaran. -
Larangan memotong kuku tangan atau kaki.
Sama seperti rambut, kuku juga dilarang dipotong selama ihram. Baik kuku tangan maupun kuku kaki. Memotong kuku, meskipun hanya satu kuku, mewajibkan fidyah. Jika kuku patah secara tidak sengaja, itu tidak termasuk pelanggaran. -
Larangan menggunakan wangi-wangian pada badan.
Sudah disebutkan sebelumnya, penggunaan wangi-wangian langsung pada kulit atau badan dilarang. Ini termasuk parfum, deodoran, minyak wangi, atau lotion yang beraroma. Tujuannya adalah untuk menjauhkan diri dari kemewahan dan fokus pada kesucian. Melanggar larangan ini dengan sengaja mewajibkan fidyah. -
Larangan menggunakan minyak rambut atau produk styling rambut lainnya.
Produk yang digunakan untuk merawat atau menata rambut seperti minyak rambut, gel, wax, atau pomade dilarang. Ini karena seringkali produk tersebut mengandung wangi-wangian dan bertujuan untuk mempercantik diri, hal yang dihindari saat ihram. Jika menggunakan produk tersebut, wajib membayar fidyah. -
Larangan memakai make-up atau kosmetik berparfum (bagi wanita).
Bagi wanita, penggunaan make-up atau kosmetik yang mengandung wangi-wangian dilarang. Penggunaan kosmetik tanpa wangi-wangian yang bukan bertujuan untuk berhias secara berlebihan (misalnya pelembab bibir non-parfum untuk mencegah kering) diperbolehkan. Namun, sebaiknya dihindari untuk kehati-hatian. Make-up yang beraroma wangi atau bertujuan untuk mempercantik diri secara mencolok adalah larangan, dan melanggarnya mewajibkan fidyah.
Larangan Terkait Hubungan Suami Istri dan Perkawinan
Kategori ini adalah larangan yang paling serius dan memiliki konsekuensi paling berat.
-
Larangan berhubungan suami istri (jima’).
Ini adalah larangan paling berat saat ihram. Jika seorang jamaah (baik suami maupun istri) melakukan jima’ setelah niat ihram dan sebelum tahallul awal, maka ibadah haji atau umrahnya batal (tidak sah), dan mereka wajib melanjutkannya sampai selesai, serta wajib mengulanginya di tahun berikutnya (untuk haji) atau di waktu lain (untuk umrah), ditambah membayar dam yang paling berat. Dam untuk pelanggaran jima’ saat ihram adalah menyembelih seekor unta atau sapi. Jika tidak mampu, bisa diganti dengan berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Jika masih tidak mampu, memberi makan 60 orang miskin. Ini adalah akibat melanggar larangan ihram yang paling fatal terhadap keabsahan ibadah. -
Larangan pendahuluan jima’.
Pendahuluan jima’ meliputi ciuman, sentuhan yang disertai syahwat, atau tindakan lain yang bisa membangkitkan syahwat antara suami istri. Meskipun tidak sampai pada jima’, tindakan ini tetap dilarang karena merupakan pengantar pada perbuatan yang paling dilarang. Melakukan pendahuluan jima’ dengan sengaja dan menimbulkan syahwat mewajibkan fidyah (puasa 3 hari, atau memberi makan 6 miskin, atau menyembelih kambing). -
Larangan melamar, menikahkan, atau dinikahkan.
Selama dalam keadaan ihram, seseorang dilarang melakukan akad nikah, baik sebagai pihak yang melamar, yang dilamar (jika wanita), yang menikahkan (wali), atau sebagai saksi pernikahan. Akad nikah yang dilakukan saat ihram dianggap tidak sah. Larangan ini bertujuan agar jamaah fokus sepenuhnya pada ibadah dan memutuskan segala bentuk keterikatan duniawi yang tidak mendesak. Tidak ada dam spesifik untuk larangan ini selain ketidakabsahan akad nikah tersebut.
Larangan Terkait Lingkungan dan Hewan
Kategori ini berkaitan dengan interaksi jamaah dengan lingkungan alam, khususnya di sekitar area Tanah Haram.
-
Larangan berburu atau mengganggu hewan buruan darat.
Hewan buruan darat adalah hewan liar yang halal maupun haram dimakan, seperti kelinci, burung, kijang, dan lain-lain. Larangan ini berlaku di seluruh area, baik di Tanah Halal maupun di Tanah Haram, selama seseorang dalam keadaan ihram. Tidak hanya berburu hingga mati, tetapi juga membantu perburuan, menunjukkan lokasi buruan kepada orang yang tidak ihram agar dia berburu, atau bahkan sekadar mengganggu hewan buruan tersebut. Hewan laut tidak termasuk dalam larangan ini. Jika melanggar dengan berburu dan membunuh hewan, maka wajib membayar dam berupa menyembelih hewan yang setara dengan hewan buruan tersebut (misalnya, unta jika berburu kijang besar), atau membayar nilainya dengan memberi makan fakir miskin, atau berpuasa sesuai jumlah mud makanan yang harus diberikan. Ini adalah salah satu akibat melanggar larangan ihram yang memiliki dam bervariasi tergantung jenis hewan yang diburu. -
Larangan merusak/memotong pepohonan atau tumbuh-tumbuhan di Tanah Haram.
Larangan ini spesifik berlaku di area Tanah Haram (Makkah dan sekitarnya). Jamaah dilarang menebang pohon, memotong dahan, atau mencabut tumbuh-tumbuhan liar yang tumbuh dengan sendirinya di area tersebut. Pengecualian berlaku untuk tanaman yang ditanam oleh manusia, atau rumput biasa (ilalang) yang tidak memiliki nilai jual. Larangan ini menunjukkan kemuliaan Tanah Haram dan pentingnya menjaga kelestariannya. Jika melanggar, damnya adalah menyembelih seekor sapi jika merusak pohon besar, atau seekor kambing jika merusak pohon kecil/dahan, atau membayar nilainya dengan makanan/puasa.
Bagaimana Jika Larangan Dilanggar Karena Lupa, Tidak Tahu, atau Terpaksa?
Dalam fiqih, konsekuensi melanggar larangan ihram atau kewajiban membayar denda (dam) umumnya berlaku jika pelanggaran dilakukan secara sengaja, sadar, dan atas kemauan sendiri, bukan karena kebutuhan darurat. Namun, ada perbedaan pendapat dan rincian terkait kondisi lupa, tidak tahu, atau terpaksa.
Secara umum, jika seseorang melanggar larangan ihram karena:
- Lupa (Nasya): Dia benar-benar lupa bahwa dia sedang ihram atau lupa bahwa perbuatan itu dilarang saat ihram.
- Tidak Tahu (Jahil): Dia baru masuk Islam, atau ini adalah pengalaman ihram pertamanya, dan dia benar-benar tidak tahu bahwa perbuatan itu dilarang.
- Terpaksa (Mukrah): Dia dipaksa oleh orang lain untuk melakukan pelanggaran tersebut, tanpa ada pilihan lain.
- Karena Kebutuhan Darurat/Medis (Mudhthar): Misalnya, harus mencukur rambut karena ada luka di kepala yang memerlukan perawatan, atau harus memakai alas kaki tertutup karena kondisi kaki yang sakit.
Dalam kasus-kasus di atas, kebanyakan ulama berpendapat bahwa pelakunya tidak berdosa. Namun, apakah dam atau denda tetap wajib dibayar atau tidak, ada perinciannya:
- Pelanggaran Minor (seperti pakaian, wangi-wangian, rambut/kuku): Jika dilakukan karena lupa, tidak tahu, atau terpaksa, sebagian besar ulama berpendapat damnya gugur. Namun, jika dilakukan karena kebutuhan darurat/medis (Fidyatul Adza), damnya tetap wajib dibayar, meskipun tidak berdosa.
- Pelanggaran Berat (seperti jima’ atau berburu): Bahkan jika dilakukan karena lupa, tidak tahu, atau terpaksa (dengan rincian tertentu), damnya umumnya tetap wajib dibayar sebagai kompensasi atas dampak pelanggaran. Pelakunya tidak berdosa jika kondisinya memang demikian.
Penting untuk diingat bahwa kondisi lupa, tidak tahu, atau terpaksa ini harus benar-benar murni tanpa kesengajaan atau kelalaian. Jamaah wajib berusaha semaksimal mungkin untuk mempelajari dan mengingat larangan ihram ini sebelum dan selama ibadah. Jika terjadi pelanggaran dalam kondisi tersebut, sangat dianjurkan untuk segera berkonsultasi dengan pembimbing ibadah atau ulama di lokasi untuk mendapatkan arahan yang tepat mengenai apakah wajib membayar dam atau tidak, serta bagaimana tata cara pembayarannya.
Ketidakpahaman atau lupa bukanlah alasan untuk tidak belajar. Ini menekankan pentingnya pembekalan manasik yang matang sebelum berangkat. Mempelajari tata cara ihram secara keseluruhan, termasuk detail larangan ihram, adalah tanggung jawab setiap calon jamaah.
Baca juga: Tips Lengkap Persiapan Haji Umroh Bandung Optimal
Pentingnya Memahami Larangan Ihram dan Peran Bimbingan
Menunaikan ibadah Haji atau Umrah adalah panggilan suci yang membutuhkan persiapan lahir dan batin yang matang. Salah satu aspek terpenting dari persiapan ini adalah memahami secara mendalam hal-hal yang dilarang saat berada dalam kondisi ihram. Menjauhi larangan ihram bukanlah sekadar mengikuti aturan, tetapi merupakan bagian integral dari kekhusyukan dan kesempurnaan ibadah itu sendiri. Setiap pantangan ihram memiliki hikmah dan bertujuan mengarahkan hati serta pikiran jamaah agar fokus sepenuhnya pada pengabdian kepada Allah SWT. Mengabaikan atau melanggar larangan ihram dapat berujung pada kewajiban membayar denda (dam), dan yang lebih penting, dapat mengurangi pahala atau bahkan membatalkan ibadah (untuk pelanggaran jima’ pada haji/umrah).
Baca juga: Manasik Haji Umroh di Bandung: Panduan Penting Calon Jamaah
Bagi Anda yang berencana berangkat Haji atau Umrah, memilih travel yang memiliki rekam jejak baik dalam memberikan bimbingan manasik yang komprehensif adalah kunci. Khususnya bagi calon jamaah dari Bandung, mencari travel umrah Bandung terpercaya yang memberikan pembekalan mendalam mengenai tata cara ihram, termasuk penjelasan rinci tentang apa saja larangan ihram dan akibat melanggar larangan ihram, akan sangat membantu Anda merasa tenang dan percaya diri dalam menjalankan ibadah. Bimbingan tersebut tidak hanya disampaikan saat manasik di tanah air, tetapi juga selama perjalanan di Tanah Suci oleh pembimbing yang berpengalaman. Mereka siap menjawab pertanyaan, mengingatkan, dan memberikan solusi jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, termasuk jika tanpa sengaja melanggar salah satu larangan ihram.
Memastikan ibadah sesuai tuntunan syariat adalah prioritas utama. Dengan pemahaman yang kuat tentang larangan ihram dan bimbingan yang tepat, jamaah dapat fokus meraih ibadah yang mabrur. Mengingat kompleksitas dan pentingnya setiap detail dalam ibadah Haji dan Umrah, jangan ragu mencari informasi dan bimbingan dari sumber terpercaya. Memilih travel umrah Bandung yang menyediakan layanan bimbingan spiritual mendalam dan informasi yang jelas serta lengkap adalah investasi berharga untuk perjalanan spiritual Anda. Untuk mendapatkan bimbingan terbaik dan memastikan ibadah Anda sesuai tuntunan, memilih penyedia layanan seperti Albahjah Travel yang melayani jamaah Haji Umroh Bandung bisa menjadi langkah bijak. Pelajari lebih lanjut mengenai paket dan bimbingan mereka.





